Waktu Yang Tepat Untuk Melaksanakan Aqiqah

Aqiqah adalah suatu kegiatan menyembelih hewan yang dilakukan setelah melahirkan seorang anak sebagai rasa syukur terhadap allah subhanahu wa ta’ala.

Namun dalam aqiqah tersebut terdapat aturan yang dianjurkan waktu penetapan dilaksanakan aqiqah tersebut. Apa saja peraturannya? 

Di dalam syariat Islam menetapkan ada batasan waktu dalam menjalankan perintah aqiqah tersebut. Batasan ini berlandaskan beberapa hadits Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam.

Imam Rasjidi dalam buku Panduan Kehamilan Muslimah menjabarkan terdapat waktu-waktu tertentu yang baik dalam melaksanakan aqiqah. Berikut adalah waktu-waktunya:

Pertama, pelaksanaan aqiqah adalah tujuh hari dari kelahiran bayi. Namun jika dilaksanakan sebelum hari itu juga diperbolehkan. Ini adalah pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Qayyim.

Kedua, pendapat dari Imam Ahmad bin Hanbal. Menurut beliau, pelaksanaan aqiqah terjadi pada hari ketujuh. Jika tidak bisa dilakukan pada hari itu, maka dilakukan pada hari ke-14 usia bayi. Jika tidak bisa juga di hari itu, dilakukan pada hari ke-21.

Namun, bagi Sayyid Sabiq, tanggal 20 diganti dengan tanggal 21. Bahkan beliau menambahkan jika tidak juga dilaksanakan pada hari itu karena faktor ekonomi, maka boleh dilakukan pada hari ke berapapun.

Ketiga, ada juga ulama yang berpendapat bahwa jika dalam waktu-waktu tersebut akikah tidak dapat dilakukan maka aqiqah dapat dilakukan pada hari apapun.

Keempat, pendapat yang datang dari Ibnu Hajar. Menurut beliau, aqiqah hanya dilakukan pada hari ketujuh dari hari kelahiran bayi. Jika pada hari itu tidak dilaksanakan, sudah tidak ada aqiqah lagi baginya.

Namun di kebanyakan masyarakat, tradisi ini biasanya digelar dan dianjurkan pada hari ketujuh, ke-14, ke-20, atau hari kapan saja saat keluarga merasa sudah siap (mampu). Kemudian, daging aqiqah itu disedekahkan kepada fakir miskin, sebagaimana halnya daging kurban.

 

Aqiqah jika dalam istilah agama berarti penyembelihan hewan untuk anak yang baru lahir sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas anugerahnya, dengan niat dan syarat-syarat tertentu. Maka dari itu, oleh sebagian ulama, aqiqah disebut dengan nasikah atau dzabihah, yaitu binatang yang disembelih.